Menjadi Khidir di Era Tansformasi
Umat islam Indonesia tidak asing dengan nama ini, banyak dari mereka mendengarnya dari cerita atau dongeng yang dituturkan oleh para guru ngaji, bahwa ada seorang nabi yang tidak masuk dalam daftar nama 25 nabi yang wajib diketahui. Hanya sedikit riwayat yang mengisahkannya, itu pun setahu saya tidak disebutkan secara jelas bahwa ia seseorang yang bergelar nabi dan bernama Khidir. Kabarnya Khidir hanyalah julukan yang disematkan kepadanya karena ia berpakaian serba hijau. Dalam penggalan ayat dari suatu surat di kitab suci umat islam menyebutkan bahwa ia adalah hamba Tuhan yang bijaksana, tentang Musa yang berguru kepadanya, yang mendapati semacam perilaku absurd yang dilakukan oleh sang bijaksana itu namun kemudian mampu meluluhkan hati Musa.
Menurut penuturan kisah lokal yang tidak dapat dipercayai kredibilitasnya, Khidir selalu mengembara sepanjang hidupnya dalam keabadian, konon ia telah meminum suatu air ajaib yang kemudian mengakibatkan ia tak bisa tua atau moksa seperti Isa. Kabarnya pula ia sebagai nabi mengemban tugas untuk menjaga hutan dan lautan. Kisah-kisah semacam ini semestinya perlu kita acuhkan, diganti dengan pendekatan yang lebih rasional dalam menelaah kisahnya.
Sang bijaksana itu bisa saja bukan seorang nabi, bisa saja ia malaikat yang tak seorang pun kenali, bisa saja ia hanya manusia biasa tanpa gelar, mukjizat maupun wahyu illahi. Terlepas dari banyaknya rumor tentangnya, yang dapat dipastikan bahwa ia adalah hamba di antara para hamba sang pencipta dunia.
Sebagai manusia abad ini, karena tidak banyak referensi sebagai rujukan terkait siapakah sosok Khidir ini, kita boleh menafsirkan bagaimanapun baiknya dari sedikit kisahnya yang di riwayatkan dalam kitab suci. Menurut hemat saya, perwatakan Khidir dapat kita hadirkan hari ini, berdasarkan sifatnya yang dapat diteladani, namun musti dengan menyingkirkan tendensi gaib dan misteri yang khas budaya masyarakat kita. Di era gempuran kemajuan, kredo modernisasi di segala lini, kepakaran yang mati, sebagian kalangan memanjat puncak kepandaian, untuk kemudian bersaing sebagai kompetitor dalam pasar jual beli tenaga kerja, atau berupaya merangkak dari borjuis kecil hingga berdasaran animo pada puncak hidupnya kelak sebagian kalangan tersebut ingin menjadi kapitalis besar. Segala ide serta temuan dalam lingkup ruang pengetahuan hanya akan menjadi produk jual beli. Siapa yang paling hebat kini adalah mereka yang dapat menguasai modal, segalanya kemudian berlipat ganda dalam produksi demi meraup keuntungan sebesar-besarnya, setamak-tamaknya. Ilmu yang diperdagangkan dengan mahal melahirkan ilmu untuk corak produksi semacam itu pula demi tujuan meraup laba, telah menjadi semacam siklus kehidupan. Di era semacam ini, kita memerlukan sifat perwatakan Khidir, bukan sebagai tokoh garis depan untuk perjuangan melawan riba dan kedzaliman, namun hanya sekedar seorang yang berusaha untuk memperoleh ilmu tanpa berpikir keuntungan apa yang dapat diperolehnya dari ilmu yang telah dikuasainya. Kita memerlukan sifat Khidir yang arif, tidak hedon nan glamor, tak suka menunjuk-nunjukkan bahwa dirinya hebat, tidak memerlukan eksistensi, tak mengenal prestise dan rendah hati. Kehidupan hari ini yang serba entah merujuk determinisme ekonomi atau kacau oleh sudut pandang kontemporer, jelasnya semua berperilaku dalam pengaruh hegemoni, Khidir layak kita hadirkan menjadi semacam anomali.
Menjadi Khidir tidaklah sulit, kita hanya perlu berlaku sadar dan memperhitungkan segala hal sebelum berperilaku. Segala apa yang kita perbuat dalam pergaulan hidup manusia sungguh memiliki arti, meskipun terkadang bagi orang lain tidak sesuai dengan selera mereka, tidak memiliki daya guna menurut mereka, dipandang buruk pun tidak menjadi persoalan. Semua tergantung apa yang seorang niatkan. Terlepas seorang tersebut menjalani perintah tuhannya dengan taat atau tidak, tapi menimbang segala pengetahuan dan mengambil yang baik-baik dari pengetahuan tersebut tak ada buruknya, atas nama kemanusiaan. Maka mari kita menjadi Khidir untuk melalui segala rintangan dalam era ini.

Komentar
Posting Komentar